KE PUNCAK GUNUNG DEMPO


KE PUNCAK GUNUNG DEMPO

(By Adrian Fajriansyah 03/07/2012)

Gambar 1.  Aku di Puncak Volcano Gunung Dempo (3160 mdpl).

            Ini cerita setelah wisuda peresmian gelar sarjana Teknologi Pertanian yang akhirnya dapatku raih.  Tanggal 21 Juni 2012 merupakan hari yang sangat bersejarah dalam hidupku, karena tanggal itu adalah tepat hari kelahiran ibuku dan juga hari wisudaku menjadi sarjana Teknologi Pertanian (S.T.P), bagi ibuku gelar sarjanaku merupakan hadiah terindah dihari kelahirannya, untukku pribadi merupakan persembahan terhebat yang bisa aku berikan dihari kelahiran ibuku.

Gambar 2.  Persiapan kami sebelum berangkat ke Pagaralam.  Paling kiri ke kanan: Adnan, Aku (Adrian Fajriansyah), Bang Rico dan Abi.

            Setelah hari bahagia di tanggal 21 Juni 2012, keseharianku kembali ke rutinitas biasanya bahkan lebih membosankan, pasca wisuda maka resmilah aku menjadi seorang pengangguran.  Bangun tidur di pagi hari, membereskan kamar, mandi, makan dan mencari lowongan kerja adalah rutinitas baru yang sangat membosankan.

Gambar 3.  Masjid yang ada di Kampung IV dengan background Gunung Dempo (3159 mdpl).

Aku teringat ajakan seorang teman yang adalah Ketum Mapala Gempa (Fakultas Pertanian) Adnan Baharuddin (THP’09), dia juga adalah adik tingkatku di Jurusan Teknologi Pertanian Unsri.  Sebelum hari wisuda, aku dan Adnan pernah berbincang akan melakukan pendakian bersama ke Gunung Dempo (3159 mdpl) di akhir bulan Juni.  Motivasi Adnan ke Gunung Dempo adalah untuk refreshing otak sebelum berangkat KKN (Kuliah Kerja Nyata), sedangkan aku untuk refreshing otak setelah wisuda.

Gambar 4.  Sepatu para pendaki gunung yang dijemur di halaman balai Kampung IV.

            Jumat, 22 Juni 2012 sehari setelah wisuda, aku menghubungi Adnan (Ketum Gempa) untuk mengajak mendaki Gunung Dempo, Adnan merespon dengan baik dan mengajak aku mendaki di hari Sabtu, tapi karena sesuatu dan lain hal aku tidak bisa dihari tersebut dan mengajaknya mendaki di hari minggu.  Aku dan Adnan sepakat pedakian akan dilakukan Minggu, 24 Juni 2012.  Aku mengajak Abi (Kgs M Habibillah) sebagai salah satu rekan dalam pendakian kami.  Tadinya Abi cukup sulit dirayu, namun dengan susah payah akhirnya aku berhasil merayu Abi untuk ikut mendaki ke Gunung Dempo.

Gambar 5.  Aku saat sedang menunggu air yang dimasak matang, di dalam balai Kampung IV.

Gambar 6.  Dari kiri ke kanan: Adnan, Aku dan Abi.  Saat memulai perjalanan pendakian dari Kampung IV menuju Pintu Rimba.  Senin, 25 Juni 2012.

Gambar 7.  Saat diperjalanan kami bertemu para buruh tani di PTPN VII sedang menimbang teh hasil petikan di pagi itu.

            Abi sendiri ragu untuk ikut mendaki ke Gunung Dempo, karena adanya mitos yang mengatakan bahwa orang Palembang asli tidak akan pernah mampu untuk mendaki Gunung Dempo, jika pun ia ingin mendaki Gunung Dempo maka akan banyak sekali halang dan rintang yang menyertai selama pendakian hingga ke puncak gunung.  Entah dari mana asal mula cerita tersebut, percaya atau tidak, itu semua balik ke keyakinan masing-masing.

Gambar 8.  Ibu-ibu para pemetik teh di PTPN VII sibuk menghitung berat teh hasil petikannya di pagi itu.

Gambar 9.  Ibu-ibu dengan bergotong royong mengangkut berkarung-karung teh hasil petikannya ke atas truk yang akan membawaknya ke pabrik teh PTPN VII.

Gambar 10.  Dari kiri ke kanan: Aku, Abi dan Adnan.  Kami saat berada di titik awal pendakian Gunung Dempo Kampung IV (1575 mdpl).

            Minggu, 24 Juni 2012, sore pukul 04.00 wib adalah rencana keberangkatan kami, namun keterlambatan kendaraan umum pesanan kami maka perjalanan molor dari jadwal seharusnya.  Perjalanan ini terdiri dari 4 pendaki, Aku (Adrian Fajriansyah, 23 Tahun 0 Bulan), Abi (Kgs M Habibillah, 23 Tahun 3 Bulan), Adnan (Si Ketum Mapala Gempa, 21 Tahun) dan Bang Rico (Dari Flores, mahasiswa S2 Pasca Sarjana Unsri, ± 30 Tahun).  Kurang lebih 7 jam perjalanan kami tempuh menuju ke Kota yang di pagari oleh alam bukit barisan (Pagaralam).  Bus yang kami tumpangi cukup penuh sesak dengan orang-orang yang juga ingin berlibur ke kota berhawa sejuk Pagaralam, karena kebetulan waktu perjalanan kami bertepatan dengan hari libur anak sekolah, sehingga tidak terbayang banyak sekali anak-anak sekolah yang ingin berlibur ke kota yang berlambang Gunung Dempo tersebut.

Gambar 11.  Dari kiri ke kanan: Bang Rico, Aku dan Abi.  Kami saat berada di depan Hukum dan Pesan untuk para pendaki di Pintu Rimba.

Gambar 12.  Dari kiri ke kanan: Adnan, Abi dan Aku.  Kami saat berada di Shalter 1.

Gambar 13.  Dari kiri ke kanan: Bang Rico, Abi dan Aku.  Kami berada di Shalter 1.

            Sampai di Pagaralam pukul 00.30 wib, kami turun di pelataran villa paralayang di kaki Gunung Dempo.  Adnan sebagai leader dalam pendakian karena ia memiliki pengalaman yang lebih banyak dari kami dalam pendakian ke Gunung Dempo.  Adnan memberikan pengarahan kepada tim, ia menjelaskan bagaimana mekanisme pendakian, karena aku dan Abi adalah pendaki awam yang belum pernah sekalipun mendaki gunung, maka kami harus benar-benar dipehatikan dan memperhatikan intruksi leader.  Posisi kami berdua berada ditengah-tengah tim pendakian, Adnan yang leader berada di depan sebagai penunjuk arah, Bang Rico walaupun kurang pengalaman mendaki Gunung Dempo namun karena latarbelakangnya Mapala (Mahasiswa pecinta alam), maka ia ditempatkan sebagai sweaper yaitu orang yang berada paling belakang dalam tim pendakian, fungsinya mengawasi tim pendaki yang ada di depannya dan bertanggungjawab untuk berkomunikasi langsung dengan leader jika ada anggota tim yang mengalami kesulitan serta gangguan.

Gambar 14.  Aku sedang minum disumber air di Shalter 1, airnya sangat segar dan nikmat.

Gambar 15.  Dari kiri ke kanan: Abi dan Aku.  Kami saat baru sampai di Top Dempo (3160 mdpl).

Pukul 01.00 wib, kami memulai pendakian dari pelataran villa palayang menuju ke Kampung IV, diperkirakan perjalanan akan ditempuh selama 2 jam saja, jadi kurang lebih pukul 03.00 wib kami sudah sampai di Kampung IV sehingga cukup banyak waktu yang disediakan untuk istirahat di balai Kampung IV nanti.  Ternyata kenyataan bertolak belakang, faktor jetleg kelelahan setelah melakukan perjalanan jauh selama 7 jam dari Indralaya ke Pagaralam membuat perkiraan kami meleset.  Selama pendakian menyelusuri kebun teh dan hutan di malam hari menuju Kampung IV beberapa kali kami salah jalan, malam hari memang sangat berbeda dengan siang hari, di malam hari semua yang kita lihat kurang jelas dan tampak sama, sehingga jalur-jalur pendakian yang diambil beberapa kali salah dan membuat kami sedikit kebingungan.  Walau kebingungan, Adnan sebagai leader tetap menunjukan ekspresi wajar dengan tenang ia terus mencari jalur yang benar untuk menuju Kampung IV.  Sebagai pendaki awam aku dan Abi tetap mengikuti intruksi leader, walaupun lelah karena harus membawa tas ransel carrer yang berbobot lebih dari 5 kg.  Aku dan Abi sangat semangat dan antusias mendaki karena ini pengalaman pertama kami mendaki gunung.

Gambar 16.  Aku dan Abi saat berada di Top Dempo (3160 mdpl).  Senin, 25 Juni 2012, pukul 17.48 wib.

Gambar 17.  Top Volcano Dempo dilihat dari camp zone tempat kami menginap.

Jalur-jalur kebun teh dan beberapa hutan dengan kontur tanah yang curam kami daki dengan semangat walau lelah.  Bang Rico yang periang terus memberikan semangat kepada Abi yang mulai kelelahan, sedangkan aku tetap semangat dan antusias mendaki serta tetap konsisten mengikuti setiap langkah kaki leader walaupun tubuh dan kaki sudah mulai lelah.  Selangkah demi selangkah, dengan napas terengah-engah menjadi tidak terasa kalah mata memandang ke atas melihat indahnya langit yang dipenuhi bintang-bintang, lalu kerika memandang ke bawah tak kalah indahnya karena dihiasi lampu-lampu Kota Pagaralam yang begitu mempesona.  Kami sampai di Kampung IV pukul 04.30 wib, sesampai di Kampung IV langsung menuju balai kampung yang merupakan tepat rest semua pendaki yang akan menuju puncak ataupun turun gunung.

Gambar 18.  Bendera merah putih yang ditancapkan oleh pasukan kopasus saat Ekspedisi Bukit Barisan di tahun 2011.

Gambar 19.  Matahari terik di puncak dempo namun udara tetap dingin menusuk tulang.

Aku yang baru pertama kali mendaki gunung mengira balai tersebut sepi tidak ada penghuni, ternyata setelah masuk ke dalam sangat ramai dipenuhi dengan tas-tas ransel cerrier, sepatu-sepatu gunung kotor dipenuhi lumpur dan berkaparan sleeping bagberisi para pendaki yang kelelahan baik baru turun dari puncak maupun yang akan berangkat ke puncak.  Tanpa pikir panjang, baru beberapa menit berada di balai Kampung IV, aku langsung meletakan tas ransel cerrier lalu membuka sepatu kemudian menggambil sleeping bag, selanjutnya langsung tidur untuk melepas lelah, bukan aku saja yang seperti itu, ternyata Abi juga melakukan hal yang sama.  Sedangkan Adnan dan Bang Rico masih menyempatkan diri untuk menghirup kopi hangat dan sebatang rokok terlebih dahulu sebelum melepaskan lelahnya.

Gambar 20.  Vegetasi tumbuhan yang cukup banyak di puncak dempo dengan background Top Volcano Dempo (3160 mdpl).

Kampung IV, 25 Juni 2012, Matahari pagi menyongsong, tubuh sudah terasa lebih nyaman, namun memang masih terasa sedikit pegal dipunggung mungkin karena pertama kalinya aku menggangkut tas ransel cerrier sambil mendaki, sehingga tubuh belum beradaptasi.  Beberapa hal unikku dapat, cukup mengherankan yaitu suara anak-anak yang bercanda dengan bahasa jawa, pertamanya aku anggap itu biasa, namun setelah bangun dari tidur dan melihat langsung ke luar balai ternyata memang mayoritas yang ada di Kampung IV berbahasa jawa.  Aku heran kenapa di Gunung Dempo tidak ada yang berbahasa Basemah melainkan lebih banyak berbahasa jawa, aku kira mungkin bukan di kaki Gunung Dempo melainkan di Gunung Semeru atau Bromo yang terletak di Pulau Jawa.  Usut punya usut, ternyata memang mayoritas warga yang ada di Kampung IV dan daerah sekitar kaki Gunung Dempo lainnya adalah orang jawa yang bertransmigran ke Pagaralam untuk menjadi buruh-buruh tani di kebun teh PTPN VII, orang-orang jawa di sini semuanya rata-rata sudah generasi ke 2 sampai ke 3.  Walaupun mayoritas adalah orang jawa, masyarakat di kaki Gunung Dempo juga cukup memahami bahasa Basemah, namun memang bahasa sehari-hari mereka adalah bahasa jawa, sedangkan bahasa Basemah hanya digunakan jika berinteraksi langsung dengan orang-orang asli Pagaralam atau Basemah.

Gambar 21.  Dome (tenda) tempat kami beristirahat di camp zone puncak dempo.

Gambar 22.  Telaga Putri sumber air utama di camp zone.

Gambar 23.  Air di Telaga Putri sangat segar dan nikmat, air murni langsung dari mata air pegunungan.

Itu merupakan salah satu bentuk keunikan yang aku dapatkan dari pendakian ke Gunung Dempo, ternyata di kaki Gunung Dempo sangat jarang anda temui orang asli Basemah atau Pagaralam, karena justru orang asli Basemah/Pagaralam bermukim jauh dari Gunung Dempo.  Warga asli kebanyakan tinggal di desa-desa yang jauh dari Gunung Dempo untuk bertani sawah atau berkebun kopi, kebanyakan lainnya sudah tinggal di tengah Kota Pagaralam sebagai pegawai pemerintahan kota atau pedagang di pasar.  Kesimpulannya, orang asli Pagaralam/Basemah justru mengindari Gunung Dempo, hal ini mungkin karena mereka memiliki ikatan batin yang mistis tentang Gunung Dempo.  Sedangkan bagi orang jawa transmigran kaki Gunung Dempo adalah sahabat dan ladang mereka mencari nafkah.

Gambar 24.  Dari kiri ke kanan: Aku, Abi dan pendaki dari Lampung.  Kami sedang menikmati air di Telaga Putri.

Gambar 25.  Aku berdiri dengan membelakangi Top Volcano Dempo.  Tanggal, 26 Juni 2012.

Istirahat kurang lebih cuma 2 jam saja, keadaan tubuh yang masih terasa pegal dan cuaca dingin pegunungan membuat malas untuk beranjak keluar dari sleeping bag, akan tetapi kami tidak boleh terus bermalas-malasan karena pagi ini juga harus segera melanjutkan perjalanan menuju puncak Dempo.  Sedikit paksaan kami pun bangun beranjak dari sleeping bag, Abi yang dini hari tadi cukup kelelahan tampak belum juga ingin beranjak dari tempat tidurnya, aku paksa ia untuk segera bangun.  Setelah beranjak dari tempat tidur, kami mencari sumber panas tapi rasanya semua tempat terasa sangat dingin, lalu dinyalakanlah kompor dan memanaskan air untuk memberikan sedikit kehangatan di pagi yang dingin tersebut.  Air yang matang kami isi dengan butiran bubuk cappuccino, pagi yang dingin dengan secangkir cappuccino terasa begitu nikmat.  Tak lama kemudian matahari menyosong ke atas memberikan cahaya dan kehangatannya.  Aku dan Abi keluar balai untuk memperoleh cahaya dan kehangatan gratis yang diberikan oleh matahari.  Ternyata di luar sana angin gunung lebih dingin terasa, untung saja matahari pagi menemani kami untuk melawan dinginnya angin gunung di pagi itu.

Gambar 26.  Dari kiri ke kanan: Adnan, Bang Rico dan Aku.  Kami sedang memasak untuk sarapan pagi di camp zone, kami harus segera memakan masakan yang telah matang agar tidak kembali dingin.

Gambar 27.  Sumber mata air Telaga Putri di camp zone Gunung Dempo.

Gambar 28.  Abstrak dari mata air Telaga Putri.

Pengalaman di kaki Gunung Dempo yang pertama kaliku alami itu sangat luar biasa, saat memandang ke bawah telihat hamparan luas pemandangan kebun teh dan di kejauhan terlihat pula deretan rumah-rumah warga di Kota Pagaralam, lebih jauh lagi kita dapat melihat jajaran bukit barisan yang memagari kota berhawa sejuk Pagaralam.  Bahkan bila beruntung saat cuaca cerah kita dapat memandangi dari kejauhan luasnya lautan Samudera Hindia dibalik provinsi Bengkulu, tapi sayang pagi itu cuaca sedikit berkabut sehingga hamparan biru Samudara Hindia tidak jelas terlihat.

Gambar 29.  Vegetasi yang dominan ada di puncak dempo.

Gambar 30.  Kawah Gunung Dempo di Top Volcano Dempo tampak berwarnah hijau kebiruan, sangat indah sekali.  Selasa, 26 Juni 2012.

Setelah cukup menghangatkan diri dibawah pancaran sinar matahari dan segelas cappuccino hangat, tidak luput dari ingatan untuk menghangatkan pula pakaian dan sepatu kami yang basah dan bermandikan lumpur sehabis pendakian dini hari tadi.  Bagian depan balai adalah tempat yang baik untuk menjemur, banyak berkaparan sepatu dan pakaian para pendaki yang lebih dahulu dijemur di sana, maka kami pun ikut menjemur sepatu dan pakaian di tempat itu.  Tidak lama kemudian Bang Rico dan Adan mengajak aku dan Abi untuk sarapan pagi di kantin yang berada persis di samping balai.  Kami semua makan pagi bersama dengan anak-anak Mapala Universitas Bina Dharma (Bidar) yang juga menginap di balai Kampung IV.  Rombongan Mapala Bidar tidak lagi bersiap untuk naik ke puncak, karena mereka telah melakukannya di kemarin lusa, saat berjumpa dengan kami di balai para pendaki dari Mapala Bidar sudah akan turun ke bawah untuk pulang.  Menurut info dari para pendaki Mapala Bidar keadaan di puncak cukup baik, namun saat turun mereka sempat kehujanan itulah mengapa banyak pakaian dan sepatu mereka yang basah kuyup dan bergeletakan dijemur di balai.

Gambar 31.  Tampak Top Dempo (3159 mdpl) lebih kecil bila dilihat dari atas Top Volcano Dempo (3160 mdp).

Gambar 32.  Bila cerah kita dapat melihat dengan jelas jajaran bukit barisan, kota Pagaralam, kota Lahat, kota Bengkulu hingga birunya Samudare Hindia.

Makan pagi bersama anak-anak Mapala Bidar yang bersahabat sangat menyenangkan, aku mendapatkan pengalaman baru dan teman baru.  Sarapan pagi itu tidak terlalu mahal, hanya dengan 10 ribu rupiah per orang maka satu porsi penuh nasi goreng hangat cukup mengenyangkan perut.  Makan dan minum sudah dilakukan, selanjutnya mulai beres-beres untuk mempersiapkan diri melanjutkan pendakian.  Sebelum melanjutkan pendakian ke Puncak Dempo, aku menyempatkan mandi di cuaca yang dingin, semua teman-teman lain tidak melakukannya karena kedinginan, tidak ada yang bersediah untuk mandi di keadaan sendingin itu, sedangkan aku malah tidak ingin melepaskan kesempatan tersebut.  Kebetulan sekali air di kaki Gunung Dempo sangat berlimpah bersumber dari mata air pegunungan yang tidak pernah kering, mandi di keadaan sendingin itu sungguh luar biasa, sebelumnya aku pernah mandi di kaki Gunung Dempo namun sebatas di daerah villa paralayang, saat itu saja dinginnya sudah luar biasa dan kini mandi di Kampung IV jauh lebih dingin, bahkan saat kita mandi tubuh kita mengelurkan asap seperti menguap.  Aku sarankan saat mandi di keadaan sedingin itu jangan pernah langsung mengujur tubuh dari ujung kepala sampai kaki dalam satu gayung air, melainkan harus bertahap mulai sedikit membasahi kaki, tangan, muka baru kemudian ke seluruh tubuh, karena ditakutkan jika suhu tubuh anda berubah drastis dari hangat langsung dingin akan kurang baik dan berdampak fatal.  Puas mandi di cuaca sedingit itu tubuhku terasa lebih segar, benar kata para phisiotherapih sepakbola yang mengatakan bila selesai bermain bola, mandi yang baik untuk pemain bola adalah mandi air dingin, bahkan ada pula yang menyarankan dengan air es karena efek pegal-pegal selepas olahraga akan hilang bila diguyur air dingin, otot yang terasa pegal langsung terasa lebih nyaman saat diguyur dengan air yang sangat dingin tersebut.

Gambar 33.  Latar depan bebatuan merah, objek tengah kawah dempo, dan latar belakang awan yang nampak terlihat begitu dekat.

Tubuh dan perut sudah terasa sangat baik, begitu juga dengan teman-teman yang lain semuanya juga terlihat sudah lebih segar dan siap untuk memulai pendakian.  Kurang lebih pukul 09.30 wib kami memulai pendakian kami dari balai Kampung IV menuju Pintu Rimba.  Menurut Adnan perjalanan ke Pintu Rimba kurang lebih 30 menit, tapi lagi-lagi kenyataan berkata lain karena perjalanan yang dilakukan lebih dari itu, mungkin 1 jam perjalanan kami habiskan menujuh ke Pintu Rimba.  Abi yang tadinya tampak segar terlihat sangat lelah ketikan sampai di Pintu Rimba, dua botol air minum yang kami bawak dari Kampung IV tadi telah habis di lahap oleh Abi seorang, terpaksa kami semua harus menahan dahaga sampai ke Shelter 1 karena hanya di sana ada sumber air yang dapat kami manfaatkan.

Gambar 34.  Pemandangan dari atas Top Volcano Dempo.

Sebelum menuju ke Shelter 1, telebih dahulu kami berfoto bersama di depan plang hukum rimba yang terdapat di depan Pintu Rimba, foto tersebut sebagai bukti bahwa kami pernah singgah dan melewati Pintu Rimba.  Saat akan melanjutkan perjalanan, Adnan si Leader kami menjelaskan perjalanan dari Pintu Rimba ke Shelter 1 kurang lebih 1 jam perjalanan, kami kemudian bergegas melanjutkan perjalanan, pertama-tama kami sangat semangat, namun kelamaan perjalanan semakin berat ditambah aku dan Abi harus bergantian membawa tas ransel carrier yang berbobot lebih dari 5 kg, sehingga membuat pendakian ke puncak Gunung Dempo menjadi lambat dan melelahkan.  Abi yang dari awal pendakian menuju Pintu Rimba sudah sangat kelelahan tampak lebih lelah lagi saat menuju ke Shelter 1, beberapa kali tim pendakian kami harus rest di tengan jalanan untuk menunggu Abi yang sudah sangat kelelahan.  Beberapa kali aku dan Abi bergantian untuk membawak tas ransel carrier tersebut, beberapa kali pula kami harus stop berhenti di tengan jalan untuk sekedar menarik napas dalam-dalam.

Gambar 35.  Aku sedang memandangi keindahan alam ciptaan Tuhan dari atas Top Volcano Dempo.

Bagi aku dan Abi yang merupakan pendaki gunung pemula/awam, menaiki gunung dengan menggunakan tas ransel carrier begitu berat terasa, mungkin karena kami sendiri belum pernah mencoba kondisi demikian.  Menurut Adnan dan Bang Rico tas ransel carrier yang kami bawak ini masih tergolong ringan, karena hanya membawak 1 buah Dome/tenda muatan 6 orang, 4 buah sleeping bag dan logistik, masih menurut Adnan dan Bang Rico untuk pendakian dengan anggota tim yang lebih banyak tas ransel carrier yang di bawak lebih dari 1 buah, dan bobotnya lebih berat dari yang kami bawak saat itu.  Dalam hatiku dan pastinya juga dalam pikirkan Abi, bagaimana jadinya kami berdua bila membawak tas ransel carrier yang jauh lebih berat dari tas yang sedang kami bawak tersebut, karena tas yang kami bawak itu saja sudah sangat membuat kami kelelahakan dan kerepotan selama pendakian kali ini.

Gambar 36.  Dari kiri ke kanan: Abi, Bang Rico, Adnan dan Aku.  Kami berempat berfoto dengan menggunakan alat bantu tripod dengan latar belakang kawah dempo.

Gambar 37.  Dari kiri ke kanan: Aku, Bang Rico, Adnan dan Abi.  Kami berempat berfoto lengkap dengan latar belakang hamparan pemandangan dari atas Top Volcano Dempo.

Dengan susah payah, beberapa kali rest di tengah jalan, berhenti sejenak untuk mengambil napas, terjatuh dan segala macam rintang, akhirnya kami sampai juga di Shelter 1 dengan memakan waktu lebih dari 2 jam perjalanan.  Hal pertama yang kami lakukan sesampainya di Shelter 1 adalah mencari sumber air yang terdapat di bagian bawah Shelter 1, karena sudah sangat kehausan aku dan Abi langsung bergegas menuju sumber air, kami sangat takjup saat pertama kali melihat sumber air di Shelter 1 tersebut.  Air yang ada di sumber air Shelter 1 itu sangat jernih, airnya pun sangat dingin bagaikan air yang baru dikeluarkan dari lemari pendingin, ketika dicoba rasanya sangat segar dan nikmat, tidak ada rasa macam-macam seperti pahit, kecut, masam atau manis, karena sungguh benar-benar itu air putih bersih murni tanpa oksidan langsung dari mata air pegununggan, bahkan bila dibandingkan dengan air ber O­2 dalam kemasan yang banyak dijual di tokoh serba ada di kota, maka air dari sumber mata air pengununggan Dempo ini jauh lebih segar dan nikmat.  Dengan satu kali minum saja dahaga kami selama perjalanan menuju ke Shelter 1 langsung hilang dan terpuaskan.  Kemudian aku coba untuk membasahi kepala dan membasuh muka dengan air tersebut, kepala dan mukaku langsung terasa segar setelah diguyur dengan air itu.  Sumber mata air pegununggan di Shelter 1 tersebut berbentuk air terjun mini, menurut Adnan keadaan debit air sekarang cukup kecil, karena biasanya saat musim hujan air ditempat tersebut sangat deras mengalir, maklum saja kalau sekarang debit airnya kecil, karena memang saat kami melakukan pendakian keadaan musim memasuki kemarau.

Gambar 38.  Aku sedang memandangi awan yang seolah berada sangat dekat, bagaikan tinggal di negeri di atas awan.  Selasa, 26 Juni 2012.

Air telah terisi penuh di kedua botol yang kami bawak, dahaga di tenggorokan pun sudah hilang, aku bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke Shelter 2, namun usul dari Bang Rico dan Adnan menyuruh tim untuk istirahat dan makan terlebih dahulu, aku dan Abi menurut saja dengan usulan dari Bang Rico dan Adnan, dan kebetulan juga perut kami sudah mulai terasa lapar.  Kami siapkan kompor dengan bahan bakar spiritus biru, disiapkan 2 bungkus mie instan untuk empat orang, dalam hitungan menit mie instan kami telah siap disantap, akan tetapi baru sebentar saja matang mie dan air kuahnya sudah mulai dingin kembali begitu juga dengan minuman energen yang kami buat sudah berbentuk seperti agar-agar, mengental akibat suhu udara yang memang cukup dingin di Shelter 1 tersebut.  Dengan cepat kami habiskan makanan dan minuman yang kami buat karena takut akan kembali dingin.

Gambar 39.  Pemandangan indah saat menuruni Gunung Dempo.

Perut yang terasa lebih kenyang membuat anggota tim kembali semangat untuk memulai pendakian menuju Shelter 2, perjalanan pun kami mulai kembali.  Selama perjalanan aku perhatikan napas yang kami keluarkan dari mulut dan hidung mengeluarkan asap karena dinginnya udara pegununggan, keadaan demikian mengingatkan aku dengan kondisi cuaca di benua eropa, kalau anda sering memperhatikan sepakbola liga eropa, maka anda akan melihat saat bernapas para pemain bola eropa tersebut akan mengeluarkan asap karena pengaruh suhu udara yang sangat dingin di tanah benua biru tersebut.

Gambar 40.  Hamparan luas kebun teh saat turun dari Pintu Rimba menuju Kampung IV.

Lagi-lagi saat akan melakukan pendakian Adnan sebagai leader memberitahukan waktu yang akan kita tempuh dari Shelter 1 ke 2 adalah kurang lebih 1-2 jam.  Perjalanan dilakukan kembali dengat semangat baru, namun beberapa saat kemudian kembali lelah melanda, khususnya untuk aku dan Abi yang bergantian membawak tas ransel carrier.  Lelah kami selama perjalanan dengan memikul tas carrier menjadi penyebab utama perjalanan kami memakan waktu yang cukup lama, karena selama perjalanan kami sering stop untuk rest mengambil napas dalam-dalam dan begitulah prilaku yang kami lakukan selama perjalanan.  Bila tidak ada rest ditengah jalanan mungkin aku dan Abi tidak akan sanggup untuk mencapai puncak dempo, Bang Rico dan Adnan tampak maklum dengan keadaan kami, sehingga mereka memberikan kami banyak waktu untuk beristirahat saat kami memintanya ditengah jalan.  Ada satu tempat mungkin yang begitu berat di lalui selama perjalanan ke Shelter 2, terutama bagi Abi yaitu daerah dinding lemari, sesuai dengan namanya dinding lemari merupakan suatu tempat yang cukup terjal berbentuk lemari sehingga untuk melaluinya kita harus berpegangan erat-erat pada akar-akar pohon yang kuat, dengan berhati-hati dan perlahan-lahan kami semua akhirnya bisa melewati dinding lemari, bagi Abi yang melewati dinding lemari dengan membawa tas ransel carrier ini merupakan sukses besar selama pendakian.  Perjalanan dari Shelter 1 ke 2 akhirnya kami tempuh dengan waktu lebih dari 2 jam perjalanan.

Gambar 41.  Saat turun dari Gunung Dempo mata kita akan dimanjakan pemandangan indah hijaunya kebun teh yang sangat luar biasa.

Sesampai di Shelter 2 kembali hal yang dilakukan pertama kali adalah mencari sumber air, karena selama perjalanan menuju ke Shelter 2 dahaga begitu terasa akibat lelah yang diakibatkan oleh tas ransel carrier.  Di Shelter 2 kami putuskan untuk tidak terlalu lama, hanya makan satu bungkus wafer dan minum sebotol air perjalanan langsung kami lanjutkan.

Gambar 42.  Tak bosan-bosan aku mendokumentasikan keindahan kebun teh saat menuruni Gunung Dempo.

Dengan semangat baru dari Shelter 2 kami melanjutkan pendakian menuju ke Top Dempo (3159 mdpl).  Kali ini perjalanan dari Shelter 2 menujuh bukit cadas berkisar kurang lebih 1 jam perjalanan tampa hambatan.  Perjalanan kami lanjutkan dengan berlahan karena memang tenaga kami sudah cukup terkuras habis terutama bagi aku dan Abi yang sepanjang perjalanan harus bergantian membawa tas ransel carrier.  Berlahan tapi pasti kami langkahkan kaki selangkah demi selangkah, beberapa kali kami tarik napas dalam-dalam dan kemudian lanjut kembali melangkah.  Terduduk hingga merangkak dalam pendakian kami lalui demi mencapai top dempo, sangat lambat memang, mungkin bagi pendaki senior dan lebih berpengalaman apa yang aku dan Abi lalukan sangat lucu dan memalukan, tapi walaupun begitu lihatlah usaha kami yang amatir ini untuk mencapai ke top dempo sangat keras dan bersungguh-sungguh.

Gambar 43.  Setiap sudut keindahan kebun teh di kaki Gunung Dempo aku dokumentasikan tanpa bosan.

Memasuki daerah bukit cadas kondisi medan lebih sulit dibandingan daerah hutan Shelter 1 hingga Shelter 2, bukit cadas kondisinya persis dengan namanya sangat cadas, batuan merah yang miring bersudut hampir 60 derajat ditambah dengan keadaan bukit yang becek, karena terus mengeluarkan air dari pori-pori bebatuannya, kemudian ditambah lagi pijakkan kaki yang kecil-kecil, maka medan ini salah satu tempat yang paling sulit menurutku selama perjalanan menuju ke top dempo.  Kita harus sangat berhati-hati selama mendaki bukit cadas, sebab bila tidak kita akan terperosok jatuh dan tergelinding ke bawah.  Selangkah demi selangkah dilalui di bukit cadas, lelah memang selama mendaki di bukit cadas, namun cukup terbayar lunas saat mata ini melihat ke bawah memandangi keindahan kota Pagaralam dari atas bukit cadas, sungguh ini adalah alam raya yang sangat indah ciptaan maha kuasa Tuhan yang maha esa.

Gambar 44.  Aku dengan latar belakang keindahan hamparan hijaunya kebun teh di kaki Gunung Dempo.

Akhirnya walau lambat tapi pasti kami sampai di Top Bayangan (3150an mdpl), di sana juga terpampang plang yang bertuliskan pemberitahuan bahwa yang kami lalui adalah jalur perintis, dibuka pertama kali oleh seorang bapak dari desa setempat.  Konon menurut Bang Rico bapak tersebutlah yang pertama kali merintis jalur pendakian ke Puncak Dempo, hingga sekarang jalur yang dibuka tersebut masih menjadi primadona bagi para pendaki yang ingin menuju ke Puncak Dempo, termasuklah kami di dalamnya.

Gambar 45.  Dari kejauhan terlihat pula jajaran bukit barisan yang tersohor akan keindahannya.

Kurang lebih 10 menit dari Top Bayangan adalah Top Dempo (3159 mdpl), walaupun sudah sangat lelah aku tetap semangat untuk melanjutkan pendakian, karena tidak lama lagi kami akan mencapai Top Dempo tempat tujuan utama setiap pendaki yang pertama kali ke Puncak Dempo.  Akhirnya tepat pukul 17.30an WIB aku dan Adnan sampai di Top Dempo, Adnan si leader menyuruh aku untuk melakukan azan sebagai petanda aku sukses mencapai Top Dempo, sekalian juga melakukan azan sebagai petanda telah memasuki waktu magrib.  Selama melapaskan setiap kalimat dalam azan hatiku gemetar, rasa haru begitu menyentuh hati, sungguh besar kuasa Allah SWT menciptakan langit dan seisi bumi dengan begitu indah dan luar biasa, kita ini hanya mahluk yang sangat kecil dan tidak ada daya apa-apa di hadapan Allah SWT, mungkin begitulah apa yang aku rasa saat melapaskan tiap kalimat dalam azan, selepas azan sujud syukurku lakukan sebagai tanda terima kasih tiada tara kepada Allah SWT, karena aku telah berhasil mencapai Top Dempo, berkat kuasa Allah SWT kami semua bisa sampai ke Top Dempo dengan keadaan selamat tanpa kekurangan sedikit pun.

Gambar 46.  Senja pun menyongsong berbarengan dengan turunnya kami dari Puncak Dempo.

Kurang lebih 7 jam perjalanan kami tempuh dari Kampung IV hingga mencapai Top Dempo, menurut Adnan yang telah berpengalaman mendaki Dempo, apa yang tim kami lakukan sudah sesuai standar rata-rata pendaki amatir lakukan yang berkisar 6-7 jam perjalanan, dan memang tim ini membawa dua orang pendaki amatir aku dan Abi yang memang baru pertama kali ini melakukan pendakian ke puncak gunung.  Tidak lama setelah aku dan Adnan mencapai Top Dempo, 5 menit kemudian abi dan Bang Rico menyusul, kami semua berfoto untuk mendokumentasikan keberhasilan aku dan Abi yang telah sampai ke Top Dempo untuk pertama kalinya.

Namun ternyata perjalan belum selesai, kami masih harus menuruni Top Dempo dan menuju ke camp zone, ternyata kalau kita telah berjam-jam mendaki saat akan menurun kondisi kaki tidak siap dengan keadaan tersebut, kaki terasa begitu pegal saat melakukan penurunan, karena otot kita telah tegang selama mendaki.  Berlahan tapi pasti adalah jurus yang kembali dilakukan saat menurun, sampai akhirnya kami sampai ke camp zone, lalu memilih tempat untuk membuka dome (tenda) persis di samping anak-anak Sispala (Siswa Pecinta Alam) gabungan dari beberapa sekolah.

Setelah dome selesai didirikan, kami semua masuk ke dalam dome lalu memasak mie instan dan minuman hangat, dengan cepat mie instan yang telah masak langsung kami santap begitu juga dengan kopi hangat yang baru matang, karena bila tidak cepat-cepat maka mie instan dan kopi hangat tersebut akan kembali dingin.  Suhu di camp zone pada malam hari bekisar 5-10 derajat celcius, bahkan bisa lebih rendah dari itu, jadi bisa dibayangkan bagi aku dan Abi yang baru kali ini ke puncak dempo tidak siap dengan kondisi ini, suhu yang begitu rendah tersebut sangat membuat aku dan Abi menggigil, aku dan abi memakai jaket dan pakaian lebih dari satu lapis, tapi tetap saja merasakan kedinginan yang begitu luar biasa.

Tengah malam suhu di camp zone menjadi lebih ekstrim lagi, aku terbangun di tengah malam karena secara tidak sengaja tanganku menyentuh parasut dome yang sangat dingin dan aku lihat memang sekeliling dome telah lembab dan basah, karena embun dingin dari luar.  Begitu juga dengan tas dan sleeping bag yang dipakai semuanya lembab dan dingin sekali, kemudian aku teringat dengan kamera di dalam tas, saat aku cek ternyata tas kamera pun telah lembab dan dingin sekali, akhirnya kamera dan tasnya aku masukan ke dalam sleeping bag, aku peluk erat-erat agar lebih hangat, kemudian aku ajak tidur bersama.

Di kondisi sedingin itu aku sempat tak bisa tidur, dan mengigau kangen dengan kedua orang tua, aku bepikir apa aku akan mati kedinginan di sini, karena memang suhu serendah itu baru kali ini aku alami, aku takut hipotermia dan mati di puncak gunung dempo, aku takut tidak akan bertemu dengan kedua orang tuaku lagi, padahal dosa-dosaku masih sangat banyak pada mereka dan aku belum meminta maaf, mungkin aku berlebihan tapi itulah yang aku rasakan pada saat itu.  Untung saja malam yang berat itu bisa terlewati, akhirnya aku bisa tertidur saat berpindah posisi dengan abi.  Pagi haripun menyongsong, walaupun dingin masih sangat terasa tapi keadaan tubuh kami sudah jauh lebih baik dari pada semalam yang sangat lelah dan pegal.

Selasa, 26 Juni 2012, pagi hari di camp zone begitu indah, walaupun tidak dapat melihat sunrise dari Top Volcano tapi aku sudah sudah cukup senang bisa menikmati pagi yang indah di camp zone.  Di puncak gunung warna langitnya sangat biru, sungguh indah sekali dan tidak pernah aku lihat di kota.  Adnan kemudian mengajak kami (aku dan Abi) ke telaga putri untuk mengambil air, telaga putri adalah sumber air utama di camp zone, mata air di telaga putri tidak pernah berhenti mengalir walaupun musim kemarau sekalipun, namun memang saat kemarau debit airnya tidak sederas saat musim penghujan.  Air di telaga putri sama seperti sumber air yang ada di Shelter 1 dan 2 sangat segar tidak ada bedanya, karena langsung dari mata air pegunungan yang belum terkontaminasi bahan-bahan kimia berbahaya.  Aku kemudian mencoba membasuh wajah dan tubuh dengan air dari telaga putri ternyata airnya sangat dingin, lebih dingin dibanding air es dari lemari pendingin di rumah dan tentunya lebih segar.

Pukul 10.00 wib kami semua menjemur pakaian ditengah matahari yang sudah cukup terik, namun udara masih tetap sangat dingin, dalam beberapa menit saja pakaian kami sudah kering.  Kami pun memasak logistik yang telah kami bawak sebelumnya, ada nasi, sarden, mie instan, kopi dan susu.  Memasak di camp zone harus cekatan, karena kalau tidak apa yang telah kita masak, bila telah matang dan hangat akan kembali dingin dengan cepat di udara pegunungan yang sangat dingin itu.  Setelah perut terisi penuh dengan logistik yang telah di masak tadi, kami kemudian mengambil persedian air dan mandi di telaga putri.  Setelah tubuh segar dan persedian air telah terisi penuh, kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke Top Volcano (3160 mdpl).

Pukul 11.30 wib kami melanjutkan perjalanan ke Top Volcano, untuk sekedar info gunung dempo memiliki dua puncak, pertama adalah Top Dempo (3159 mdpl) atau puncak dempo yang sering kita lihat dari kota Pagaralam dan kedua adalah Top Volcano Dempo (3160 mdp) dibaliknya, Top Volcano akan terlihat jelas bila kita berada di daerah Jerai dan Lintang.  Perjalanan dari camp zone tempat kami menginap menuju ke Top Volcano adalah 15 menit secara teori, dan kali ini kami tidak meleset dari teori tersebut bahkan lebih cepat lagi, dalam waktu 14 menit kami sampai ke Top Volcano.  Lagi-lagi aku sujud syukur akhirnya bisa mencapai Top Volcano, dan Adnan kembali memelukku dengan erat dan memberikan selamat atas keberhasilan aku mencapai Top Volcano Gunung Dempo yang memiliki ketinggian kurang lebih 3160 mdp (meter dari permukaan laut).

Dari top volcano kita dapat menyaksikan sendiri keindahan kawah Gunung Dempo yang sangat indah, kebetulan saat pendakian kami warna kawah gunung dempo adalah hijau kebiruan, dan menurut Adnan ini adalah hadiah untuk kami (aku dan Abi) sebagai pendaki amatari yang baru kali ini mendaki gunung, karena warna kawah hijau kebiruan adalah warna terbaik dan indah, serta yang paling diincar oleh para pendaki dempo.  Warna kawah dempo sendiri dapat berubah-ubah sesuai aktifitas vulcanic yang terjadi dari dalam perut gunung tersebut, terkadang warnanya hijau, biru bahkan coklat kehitaman, dan jika sedang aktif warna kawah akan berubah merah, karena ada kandungan larva panas di dalamnya.

Dari Top Volcano Dempo juga kita dapat menyaksikan langsung keindahan bukit barisan yang termasyur itu secara jelas, perumahan di kota Pagaralam, kota Lahat, kota Bengkulu hingga hijaunya lautan Samudera Hindia.  Lebih menakjubkan lagi kita dapat menyasikan secara langsung awan yang terlihat sangat jelas dan seolah sangat dekat dengan tempat kita berdiri, kita seperti berdiri di atas awan, kita bagaikan tinggal di negeri di atas awan, luar biasa.

Tidak ada kata lain selain Subhanallah maha suci allah dengan segala ciptaannya, Allahu akbar Allah mahabesar dengan ciptaannya yang sangat luar biasa ini, aku bersyukur dapat menyaksikan langsung ciptaan Allah SWT yang sangat indah ini.  Kita bagaikan melihat lukisan alam dari atas Top Volcano disetiap keliling mata memandang, tidak ada yang tak indah dan luar biasa, semua yang dipandang sangat luar biasa indah sekali.  Rasanya aku ingin lebih lama berada di atas sana, namun Adnan dan Bang Rico sudah mengajak aku untuk segera turun, karena mereka khawatir bila terlalu lama kami akan kemalaman saat menuruni gunung dempo.

Selepas menikmati keindahan alam dan telah puas mendokumentasikan lukisan Allah SWT yang sangat luar biasa, kami pun menuruni Top Dempo untuk membereskan dome (tenda), dan kemudian bersegera menuruni Top Dempo kembali ke pelantaran Kampung IV.  Pukul 13.30 wib kami memulai langkah menuruni puncak dempo dari camp zone.

Menuruni dempo tidak selama menaikinya, walaupun tingkat kesulitannya tidak jauh berbeda, bila mendaki dempo membutuhkan waktu kurang lebih 6 jam perjalanan, maka untuk menuruninya hanya diperlukan waktu kurang lebih 3 jam saja, dengan catatan kondisi prima dan menuruninya dengan kecepatan tinggi/sambil berlari.  Kami sampai kembali ke pintu rimba kurang lebih pukul 16.30 wib.

Selama kita berjalanan menurun dari pintu rimba menuju ke pelataran Kampung IV, mata kita akan dimanjakan oleh pemandangan indah hamparan kebun teh yang begitu luas, hijau dan luar biasa.  Perjalanan menurun yang cukup melelahkan akan sedikit terlupakan jika ditemani hamparan hijau dedaunan teh yang begitu indah tersebut.

Hingga akhirnya sekitar pukul 20.00 wib, sampailah kami di rumah ayah Anto salah satu juruh kunci dan sesepuh para pendaki gunung dempo.  Di rumah ayah Anton kami menumpang beristirahat semalam untuk kemudian keesokan harinya kembali pulang ke Palembang.  Di rumah ayah Aton pula kami kembali bertemu anak-anak Sispala yang telah lebih dahulu turun dari puncak dempo.  Dan Rabu pagi, tanggal 27 Juni 2012, kami pun pulang kembali ke Palembang menggunai Bus Umum yang biasa mengangkut penumpang dari Pagaralam menuju ke Palembang.

Perjalanan panjang dan melelahkan namun sangat berkesan dan menyenangkan selama 3 hari telah berlalu.  Dalam 3 hari pendakian hingga turun kembali dari Gunung Dempo tersebut merupakan pengalaman yang sangat berharga dan tidak akan pernah terlupakan dalam hidupku, untuk itu cerita ini aku abadikan dalam sebuah tulisan pribadi, agar kelak tetap dapat dibaca oleh semua orang dan tentunya oleh aku sendiri.

Diharapkan pula tulisan ini dapat menjadi sebuah referensi dan gambaran bagi semua pendaki amatir yang akan mendaki ke Gunung Dempo.  Keindahan alam ciptaan Ilahi Roby Allah SWT, yang sangat luar biasa dalam bentuk Gunung Dempo dan keindahan lain disekelilingnya menanamkan sebuah rasa cintaku kepada alam Indonesia yang sangat luar biasa, maka dari itu kita sebagai generasi penerus bangsa bersama-sama kita jaga keindahan alam Indonesia jangan sampai rusak oleh tangan-tangan jahil kita sendiri.

Gambar 47.  Mari kita lestarikan alam raya Indonesia yang begitu indah ini, dari yang terkecil jangan pernah membuang sampah sembarangan di mana pun tempat kita berada, agar kelak anak cucung kita masih bisa menikmati keindahan Indonesia yang tiada tara ini.

Satu pesanku di manapun kalian berada jangan pernah membuang sampah sembarangan, maknai kata PECINTA ALAM sebagai sebuah idealisme hidup untuk menjaga kebersihan lingkungan, minimal di sekitar kita agar lebih lestari dan indah.  Pencinta alam bukan hanya mencintai gunung dan mendakinya, lebih dari itu makna pencita alam harus diresapi dalam artian yang lebih luas, yaitu menjaga kelestarian alam bukan hanya di gunung saja tapi juga disetiap lingkungan tempat kita berpijak, salah satu kontribusi penting anda sebagai pecinta alam adalah JANGAN PERNAH MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN.  SALAM LESTARI !!!

Tips dan Trik Mendaki Gunung Dempo

Gambar 48.  Keindahan Puncak Volcano Gunung Dempo (3160 mdpl).

            Bagi kalian yang memiliki rencana dalam waktu dekat akan melakukan pendakian gunung khususnya Gunung Dempo, maka hal pertama yang harus anda persiapan adalah kondisi fisik tubuh.  Untuk mendaki Gunung Dempo anda diwajibkan memiliki kondisi tubuh yang sangat prima, karena kondisi jalur pendakian Gunung Dempo tergolong berat, bahkan menurut para anak-anak pencinta alam yang sudah berpengalaman mendaki gunung jalur pendakian Gunung Dempo merupakan salah satu yang tersulit dari semua gunung yang ada di Indonesia, sehingga banyak yang berkata bila berhasil mendaki Gunung Dempo maka insyaallah dapat pula mendaki gunung-gunung yang lain di Indonesia.

Perisiapan fisik paling sederhana yang dapat kita lakukan adalah jogging dipagi dan sore hari, hal ini bertujuan agar stamina tubuh kita dapat lebih ditingkatkan, sehingga siap saat melakukan pendakian gunung sebenarnya.  Jika memungkinkan pun disarankan untuk fitness angkat beban, karena saat mendaki gunung beban yang kita bawak akan terasa lebih berat mengingat jalur yang kita lalui adalah menanjak naik, maka dari itu latihan angkat beban akan menambah stamina dan kekautan kita saat pendakian dilakukan.  Jaga kondisi tubuh dengan tidak begadang juga penting, karena tubuh orang yang begadang pada umumnya sangat labil dan rentan terkena penyakit, dan tentunya kita tidak ingin saat melakukan pendakian kita terserang sakit, yang dapat membatalkan niat kita melihat langsung keindahan alam ciptaan Ilahi dari puncak gunung khususnya Gunung Dempo.

Untuk cara menuju ke daerah Pagaralam tempat keberadaan Gunung Dempo tidak terlalu repot dan mahal, berikut adalah tips hemat bagi para pendaki dari Palembang yang ingin menuju ke Gunung Dempo di Kota Pagaralam:

  • Naiklah bus Transmusi ke Terminal Karya jaya untuk biaya Rp 4.000,-.
  • Dari Terminal Karya jaya pergi ke loket bus Telaga Biru tujuan kota Pagaralam dengan biaya Rp 40.000,- saat sampai di Pagaralam bilang dengan sopirnya untuk diantarkan ke pelataran villa tempat paralayang atau ke rumah Ayah Anton bila anda ingin menginap terlebih dahulu.
  • Dari pelataran villa paralayang kemudian menuju balai Kampung IV.
  • Dari Kampung IV kemudian menuju Pintu Rimba.
  • Dari Pintu Rimba perjalanan dilanjutkan ke Shelter 1, lalu Shelter 2 hingga Top Dempo.
  • Saat pulang dari Gunung Dempo anda dapat singgah sejenak di rumah Ayah Anton untuk beristirahat.
  • Pulang ke Palembang kembali kita gunakan Bus Telaga Biru dengan biaya Rp 40.000,-.
  • Telaga Biru akan mengantarkan kita kembali ke Terminal Karya jaya, dari sana kita dapat menaiki Bus Transmusi ke semua jurusan dengan biaya Rp 4.000,-.
  • Total akomodasi selama perjalanan 3 hari dari Palembang ke Gunung Dempo kemudian kembali lagi ke Palembang adalah Rp 88.000,-.  Untuk keperluan yang mendadak maka bawalah dana sedikit lebih banyak, jangan hanya pas-pasan saja.

Selain persiapan biaya akomodasi yang perlu dan teramat sangat penting disiapkan adalah perbekalan atau logistik dan pakaian selama pendakian ke puncak gunung, kita pun tidak boleh membawak perbekalan dan pakaian yang berlebihan, karena ingat yang akan kita lakukan adalah pendakian dengan berjalanan kaki bukan liburan menggunakan kendaraan, sehingga bila kita terlalu banyak membawak sesuatu yang tidak penting, maka itu akan menjadi boomerang bagi kita sendiri, dampaknya tentu saja beban yang akan dibawak menjadi lebih berat dan akan melelahkan kita, maka adapun yang dapat kita bawak adalah:

  • Untuk logistik adalah:
    • Beras seperlunya.
    • Mie instan seperlunya.
    • Sarden kalengan seperlunya.
    • Saus sambal ataupun kecap seperlunya.
    • Kopi, teh atau susu sasetan seperlunya.
    • Coklat untuk cadangan kalori saat pendakian.
    • Makanan kering seperti waper ataupun roti kering seperlunya.
    • Obat-obatan pribadi.
  • Untuk persiapan pakaian adalah:
    • Sepatu 1 pasang standar untuk pendakian yang nyaman.
    • Dapat pula sandal 1 pasang namun terlalu beresiko untuk kaki kita.
    • Celana panjang 1 buah berbahan parasut tebal yang mudah kering dan hangat ditubuh.
    • Jaket 1 buah berbahan parasut tebal yang mudah kering dan hangat ditubuh.
    • T-shit 1 buah untuk ganti saat akan pulang dari puncak gunung.
    • Celana panjang bersih 1 buah untuk digunakan saat pulang dari puncak gunung.
    • Handuk dan perlengkapan mandi bila diperlukan.

*catatan: kata seperlunya bearti sesuai dengan jumlah pendaki yang akan melakukan pendakian ke puncak gunung, jangan sampai jumlah logistik yang dibawa kurang dari jumlah yang dibutuhkan atau bahkan berlebihan.

            Persiapan lain adalah anda harus menyadari bahwa saat mendaki gunung yang kita lalui adalah hutan belantara dengan segala isinya, becek, lecet, luka dan lelah serta letih pasti akan anda hadapi, selain itu suhu udara yang sangat rendah tidak mungkin dihindari, maka dari itu periapkan matang-matang fisik dan mental anda.  Berdoa sebelum dan selama perjalanan sangat disarankan karena hanya kepada-Nya lah tempat kita berserah diri dan tiada tempat mengadu dan memohon perlindungan selain kepada Tuhan yang maha esa.  Dan salah satu pesan-pesan yang tidak boleh anda abaikan selama pendakian adalah berikut ini:

  • Jangan pernah membuah sampah, buang air besar/kecil sembarangan, bawaklah kantong plastik dan buang kotoran tersebut saat turun dari gunung nantinya, karena yang memprihantinkan dari para pendaki yang katanya pencinta alam itu adalah mereka tidak peduli dengan lingkungan sekitar, sehingga dengan tega membuang sampah sembarangan selama pendakian yang membuat jalur pendakian menjadi kotor dan terkesan jorok.  Padahal seharusnya sebagai pencinta alam kita harus menjaga alam disekitar kita agar tetap lestari, sesuai slogan yang selalu didegung-degungkan oleh para pencita alam yaitu LESTARI yang berarti lestarilah alam sekitar kita.
  • Baca dan ingat pesan di Pintu Rimba.  Hukum di Pintu Rimba berbunyi:
    • Berdoalah sebelum mendaki.
    • Ingatlah tuhan bersama orang-orang pemberani.
    • Hentikan pendakian bila cuaca buruk.
    • Jangan menebang pohon sembarangan.
    • Jangan mengambil sesuatu kecuali gambar/foto.
    • Jangan meninggalkan sesuatu kecuali jejak.
    • Jangan memburu sesuatu kecuali waktu.
    • Jangan menggunakan sabun dan diterjen di sungai.
    • Bawalah sampah anda kembali turun.
    • Selamat mendaki.
  • Dan doaku selamat mendaki tuhan menyertai kalian yang pemberani.

Demkianlah trik dan tips yang dapatku sarankan.  Semua saran tersebut adalah dari hasil pengalaman pendakian yang telah aku lalui.  Bukannya untuk sombong dan bertindak seolah lebih tahu, namun ini hanyalah sebuah niat tulus dariku untuk saudara-saudara yang membaca tulisan ini dan memiliki niat untuk mendaki gunung untuk pertama kalinya.  Untuk itu persiapkan diri anda sematang-matangnya, terutama bagi para pendaki pemula yang baru akan memulai karir pendakian kalian, ingatlah untuk selalu berdoa, jangan berlebihan, jaga diri dan fisik serta mental.  Sekali lagi SALAM LESTARI !!!

29 Komentar

Filed under Wisata Pagaralam, Wisata Pegunungan Indonesia

29 responses to “KE PUNCAK GUNUNG DEMPO

  1. aku ada temen anak gempa kemarin aku daki bareng dia namanya eko dia bilang sih terakhir daki tahun 2010, kalo ga salah dia panitia kebut dempo kemarin

  2. rizky

    siip gan,,lanjutkan !!!~

  3. ujang

    bangga pada anda.

Tinggalkan Balasan ke adrian10fajri Batalkan balasan