Stasiun Jatinegara, Si Kuno yang Terus Bertahan


Wisata Sejarah Jakarta

Stasiun Jatinegara, Si Kuno yang Terus Bertahan
(By Adrian Fajriansyah, Sabtu, 15 Desember 2012)

JATINEGARA SI KUNO YANG KOKOH

Siang hari yang terik di Stasiun Jatinegara, salah satu bangunan cagar budaya yang ada di Jakarta, Sabtu, 15 Desember 2012.

JAKARTA, Sabtu (15/12/2012) – Matahari sangat terik, langit cerah berwarna kebiruan dengan hiasan gumpalan awan kumulonimbus. Orang-orang beraktifitas seperti biasanya, riuh suara mereka, ada yang menjajahkan barang dagangannya dan ada pula yang menjajahkan jasa motornya (ojek). Mereka beraktifitas tanpa menghiraukan panasnya cuaca siang itu.

Begitulah suasana di depan sebuah bangunan yang berdiri kokoh, yang didindingnya terdapat tulisan “Stasiun Jatinegara”, ketika saya meliputnya, Sabtu (15/12/2012). Atapnya yang tinggi berhiaskan cupola (puncak atap) dengan penangkal petir yang unik dan lengkungan di tiap sisi pintunya yang berdinding tebal, mengindikasikan bangunan stasiun tersebut tidak berasal dari jaman sekarang.

Terang saja, Stasiun Jatinegara dibangun pada tahun 1901 oleh arsitektur asal Belanda bernama Ir Snuyff. Dahulu bangunan eks stasiun Staats Spoorwegen (SS) ini, bernama Stasiun Kereta Meester Cornelis, yang pernah memiliki Tram Listrik ke arah Kramatjati dan Kampung Melayu.

Bangunan stasiun seluas 36.400 meter persegi itu, menampilkan gaya arsitektur peralihan antara Indische Empire dengan Kolonial Modern, yaitu gaya arsitektur Eropa yang menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan di Indonesia.

Kekhasan bangunan kolonial terlihat pada atapnya yang memiliki kemiringan tajam. Atap seperti itu, merupakan adaptasi bentuk atap rumah Eropa, tujuannya agar air hujan bisa mengalir lancar. Lebih menarik lagi, adanya cupola di puncak atapnya, yang merupakan elemen estetis sebagai vocal point atau pusat perhatiaan.

Tak hanya itu, ukuran bidang-bidang bukaannya sangat lebar, seperti pada pintu, jendela, jalusi atau clerestrory (jendela atap). Ukuran seperti itu, ditunjukkan untuk pencahayaan alami dan penghawaan silang yang menyesuaikan dengan iklim tropis di Indonesia yang lembab.

Adapun Hall (ruang tunggu) utamanya memiliki ukuran tinggi dan lebar, sehingga terasa luas tapi tak monoton. Sementara itu, tiang dan rangka atap peronnya sangat kokoh karena terbuat dari besi baja yang kokoh dan tebal.

Menurut Wakil Kepala Stasiun Jatinegara Weddy Hartono (41), hampir semua bagian bangunan Stasiun Jatinegara masih orisinil. ”Memang ada panambahan di beberapa bagian, seperti lantai peron yang dibuat lebih tinggi dan penambahan atap di sisi bagian barat dan timur peron asli, tetapi tidak merubah bentuk bangunan aslinya,” kata Weddy.

Weddy menjelaskan, alasan meninggikan lantai peron stasiun pada tahun 1999, bertujuan agar penumpang lebih nyaman dan aman saat naik atau turun dari kereta. Demikian juga perpanjang atap peron yang berbentuk kanopi bersayap pada tahun 1988-1989, bertujuan agar penumpang lebih nyaman dan teduh saat menunggu kereta datang.

Hal tersebut dibenarkan oleh salah satu penumpang Stasiun Jatinegara Ecih Sukaesih (58) mengatakan, memang sekarang ada sedikit penambahan dibeberapa bagian stasiun, tapi bentuknya tidak berubah, justru penambahan itu menjadikan stasiun lebih nyaman. ”Suasana jadulnya tidak berubah, masih sama seperti dulu,” kata Echi yang juga warga asli Jatinegara itu.

Kekunoan dan keunikan Stasiun Jatinegara, cukup menarik minat wisatawan asing untuk datang berkunjung ke sana. Wisatawan dari Jepang hampir tiap tahun datang untuk melihat dan mengamati bangunan Stasiun Jatinegara. bahkan beberapa bulan yang lalu baru saja datang wisatawan dari Inggris. ”Biasanya mereka mengamati bentuk arsitektur bangunan, tiang-tiang peron dan rel keretanya,” kata Weddy Hartono.

Untuk menjaga kelestarian situs sejarah itu, maka pemerintah melalui Surat Keputusan (SK) Mendikbud No. 11/M/1999 pada tanggal 12 Januari 1999, menetapkan Stasiun Jatinegara sebagai Benda Cagar Budaya. Jika ingin berkunjung ke Stasiun Jatinegara tidak sulit. Untuk ke sana, kita bisa menggunakan transportasi umum yang banyak lalu lalang melintas di depan stasiun tersebut, seperti angkot, minibus, bus besar, bajaj, dan busway.

 

Kondisi Stasiun Sekarang

Saat ini, Stasiun Jatinegara (stasiun grade A di Jakarta) tidak seramai dulu lagi. Sejak awal tahun 2000an, akses kereta dari Jakarta menuju ke Jawa tidak tersedia lagi. Padahal, dahulu ada sekitar 5.500-6.000 penumpang per hari di stasiun tersebut. “Kalau sekarang jumlah penumpang hanya sekitar 120-150 orang per hari,” kata Weddy.

Namun, kondisi tersebut, menurut Weddy justu menguntungkan, karena pihak pengurus Stasiun Jatinegara (Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA)) menjadi lebih mudah dalam mengontrol penumpang, kebersihan, dan keamanan stasiun.

Memang saat diamati, kebersihan Stasiun Jatinegara cukup terawat baik. Dari pengamatan saya, lantainya bersih dan hampir tidak ada sampah berserakan. Terang saja, agar kebersihan selalu terjaga, pihak pengurus stasiun menyediahkan 46 buah wadah sampah dan mengerahkan 12 tenaga kebersihan.

Dari segi kenyamanan dan keamanan pun Stasiun Jatinegara cukup kondusif. ”Suasana di stasiun menjadi lebih tenang karena tidak dipadati oleh banyak penumpang, sehingga mengontrol keamanan menjadi lebih mudah,” kata Dede Irfan (27), Kepala Jaga di Pos Keamanan Stasiun Jatinegara hari itu.

Akan tetapi, bagi pedagang di kios resmi yang ada di Stasiun Jatinegara Sumila (32) mengatakan, sejak kereta ke Jawa tidak berangkat lagi dari Stasiun Jatinegara, omset pendapatan hampir semua pedagang berkurang, karena jumlah penumpang yang turun drastis, bahkan sekarang banyak kios yang tutup. “Harapan saya, supayah kereta-kereta ke Jawa berangkat lagi dari Stasiun Jatinegara,” kata Sumila yang telah 12 tahun berdagang di sana.

Iklan

4 Komentar

Filed under Bangunan Kuno di Kota Jakarta, Berita Dari Jakarta

4 responses to “Stasiun Jatinegara, Si Kuno yang Terus Bertahan

  1. Pertama kali menginjakkan kaki di stasiun Jatinegara itu ketika pulang dari Cirebon. Hehehe.
    makasih Mas udah mampir ke blog pelangi : http://www.pelangiituaku.wordpress.com 🙂

  2. Salam kenal @Adrian, begitu saya masuk blog ini, mata saya redup, selintas kenangaan kembali hadir melihat foto stasiun Jatinegara dan artikelnya. Ah…. tempat ini hampir setiap weekend saya kunjungi 😀
    Tulisan yang sangat indah, indah utk kenangan saya. Terimakasih banyak @Adrian, sudah berbagi dalam kenangan.

    • waahh.. saat saya membaca komen ini, ada perasaan bangga dan haru muncul seketika dari diri saya..

      terima kasih yah..

      semoga ini jadi kenangan indah buat saya dan para pembaca.. ^_^

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s